Karena udah lama gak ngepost, aku post 2 cerita sekaligus
-d'Rythem24 present-
Seseorang pernah berkata begini padaku,...
"Kalau kau melihat bintang jatuh, maka segera buatlah permohonan. Karena mungkin saja, permohonanmu itu akan terkabul."
Awalnya, aku tak terlalu mempercayai hal semacam itu meskipun yang mengatakannya adalah orang yang paling aku percayai. Tapi sekarang, disinilah aku,...
Aku berada ditempat, dimana biasanya aku dan dia berbaring berdua disini. Untuk melihat bintang, dan menanti bintang jatuh yang ingin ia ajukan permohonan....
***
"Eh, apa?" tanyaku padanya ketika tiba-tiba ia meletakan telapak tanganku diatas dadanya, sedangkan tangannya sendiri berasa diatas dadaku.
Dia tersenyum, menatap langit dengan pandangan lembut seperti biasanya,...
"Hira adalah kebahagiaanku. Aku mencintaimu,..." dan selesai berucap begitu, ia mengecup jari jemariku dengan perlahan. Setelahnya, dia menatapku.
"Nah, nah,... Jantungmu berdebar kencang begini." tangannya menepuk-nepuk dadaku. Merasa kesal, aku pun memukul dadanya yang justru membuat kami berdua sama-sama terkejut.
"Hoshi...maaf!" seruku panik. Aku segera membangunkan diri dari pembaringanku, menumpukan kepalanya diatas pahaku dan mengusap-ngusap dadanya secara perlahan. Hoshi tersenyum dengan nafas tak beraturan.
"Aku tidak apa-apa." ia mengusap pipiku yang mulai terasa basah. Menarik wajahku mendekatinya, dan mata kami berdua terpejam bersamaan.
Ciumannya selalu hangat.
Lidahnya pun terasa memabukkan.
"Ngghh, Hoshi..."
Aku mengejang dibawah kendalinya. Mencengkram erat bahunya sembari menggigit bibirku sendiri menahan perih. Hoshi menghembuskan nafasnya yang terasa dingin ke wajahku, memindahkan posisi tanganku ke arah dadanya, dan debaran-debaran kencang darinya sedikit mengejutkanku.
"Kalau jantung ini berhenti berdetak, kau harus tetap percaya,..." dia bergerak.
"A-ah... Hos...Hoshi..." aku mendesahkan namanya.
"Kau tetap berada disini, bahkan kalaupun aku sudah tiada nanti." katanya berbisik.
Aku menggeleng. Paling tak suka jika dia sudah mulai membicarakan hal semacam ini.
"Hoshi... Jangan pernah tinggalkan aku." aku memeluknya erat. Hoshi tak menjawabku dan hanya memberikan belaian lembut diantara helai-helai rambutku.
Rasanya hangat. Mengetahui kami bisa menyatu seperti ini...
"Ah, Hoshi... Aku mencintaimu." erangku yang masih tetap berada dibawahnya. Hoshi menghela nafas.
"Aku ingin melihat bintang jatuh malam ini..." bisiknya.
"Ha-hah? Untuk apa?"
"Aku mau membuat permohonan, Hira."
"Apa itu?"
Hening...
"Hoshi? Apa kau—"
"Aku baik-baik saja... Jangan khawatir." ujarnya menyelaku. Aku dengar dia tersengih. "Hira,... Seharusnya kau lebih memikirkan dirimu sendiri daripada aku,"
Aku makin bergetar dalam dekapannya, terisak dan memeluknya semakin erat.
"Bodoh!" bentakku. "Bagaimana bisa kau mengatakan itu padaku jika kau pun tak ada bedanya dariku?" tekanku. Hoshi tertawa pelan.
"Hira adalah hidupku,..."
Tidak. Jangan lagi...
"Kalau ada bintang jatuh, aku mau memohon,..." dia merenggangkan tubuhnya untuk menatapku. "Aku ingin hidup bersama Hira,... Selamanya."
***
Cih.
Tapi kenyataannya, permohonannya tak pernah terkabulkan?
Kenapa dia selalu seperti itu? Kenapa dia selalu memikirkanku? Padahal dirinya jauh lebih patut dikhawatirkan daripada aku kan?
Sekarang kau sudah pergi, segala apa yang kau ucapkan itu sia-sia bukan? Kalau mau memohon seharusnya kau berharaplah penyakit jantungmu akan sembuh.
Pipiku terasa basah.
Selalu seperti ini setiap kali aku memikirkannya...
Meski dia memintaku untuk lebih memikirkan diriku sendiri. Tapi tanpanya... Aku juga bisa apa?
Aku menengadah. Menatap gemerlap banyaknya bintang dari atas sini. Dari atas atap panti asuhan, tempat dimana aku selalu merasa dekat dengan Hoshi. Walau dia sudah pergi.
"Hoshi,... Apa kau masih mencintaiku?"
Aku menengok jam tanganku, dan waktunya telah menunjukan pukul 01.15 malam.
"Sudah 6 jam ya,..."
Apakah biasanya Hoshi juga selalu menunggu selama ini hanya untuk memohon pada bintang?
Aku memejamkan mataku perlahan. Dan melintaslah wajah Hoshi yang tengah tersenyum ke arahku.
Itu dia! Aku akhirnya melihatnya,...
Aku segera bangun dari pembaringanku, berdiri dan mulai berlari mengejarnya.
Aku mohon! Jangan pergi terlalu jauh, bintang jatuh. Aku mau memohon padamu...
Aku terus berlari sampai akhirnya aku tak dapat lagi merasakan pijakanku karena telah terlanjur menurun secara cepat kebawah.
Ini...sakit.
Rasanya tadi aku bisa mendengar suara remukan dari tulang-tulangku sendiri. Dan aku masih menatap langit meskipun dari bawah sini.
"Hoshi,... Ternyata kau benar."
Dan di atas sana, Hoshi tersenyum.
"Bintang jatuh ini telah mengabulkan pemohonanku,..." lirihku. Hoshi mengangguk sembari mengulurkan tangannya.
Mataku terpejam, pipiku terasa semakin basah, tetapi aku tersenyum untuknya. Mengangkat tanganku, berusaha untuk meraihnya.
Sekarang, permohonanku telah di kabulkan,...
"Hoshi,... Aku ingin ikut denganmu."
=THE END=
Comments