Maaf yah guys kelanjutan cerita'y aku buatin page baru,
semoga di page baru ini aku bisa update terus cerita'y dan ga pernah gagal update lagi.
Aamiin.
Hehehe ...
Cerita sebelumnya.
Setelah lama menunggu akhirnya Didit pun datang menjemput Aland. Meskipun masih kesal, Aland segera beranjak untuk menemui teman-temannya yang sudah daritadi menunggu. Saat mereka hendak berangkat, dari arah sebrang Puding datang menghampiri mereka. Rupanya ia pun datang untuk menjemput Aland. Siapakah yang akan dipilih oleh Aland?
Ikuti kelanjutannya.
LOVE 11
"KAU DIAM TANPA KATA
KAU SEOLAH JENUH PADAKU."
"Berisik." bentak Didit kesal sambil melempariku dengan bantal, tapi berhasil aku tangkis.
Hari ini lagi-lagi orang tua Didit tidak pulang kerumah. Keduanya masih berada di Manado, sibuk mengurusi bisnis mereka yang mulai berkembang keluar daerah. Karena kesibukan itu, keduanya jadi lupa sama anak semata wayang mereka yang membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Sebenarnya bukan uang yang dia butuhkan melainkan perhatian dari orang tuanya. Bukan pula fasilitas mewah yang ia inginkan melainkan kehadiran orang tua disampingnya.
Tak jarang ia merasa kesepian di tinggal seorang diri di dalam rumah yang sangat besar.
Tapi bukan Didit namanya bila tak pandai menyimpan perasaan. Kesedihan selalu ia tutupi dengan senyumannya. Kerinduan selalu ia tutupi dengan canda tawa.
Saat ini aku tengah bersama Didit di dalam kamarnya yang lumayan luas buat ditempati seorang diri. Warna yang mendominasi kamarnya adalah warna hijau yang merupakan warna favoritku. Aku pernah bertanya kepadanya mengapa memilih warnah hijau bukan warna biru yang menjadi warna favorit dia? Dan kalian tahu apa jawaban Didit? Ia menjawab karena hijau adalah warna favorit sahabatku. Jawaban yang aneh menurutku.
Aku sebagai sahabatnya ingin selalu menemaninya, walaupun sering kali ia membuatku kesal. Seperti malam ini, ia sama sekali tak menghiraukan ku. Menyambut kedatanganku pun tidak. Sial, emang gini caranya menyambut tamu yang datang? Menyebalkan. Mana suara guntur daritadi terus bergemuruh. Pasti sebentar lagi akan turun hujan. Huuufft.
FLASH BACK
"Aku.. Eemmm.. Aku ikuut.. Aku ikut ama Puding aja." jawabku sambil tersenyum kearah Puding. Ia pun tersenyum kepadaku.
"Haaa? Ama Syarif?" tanya Didit tak percaya yang ku jawab dengan anggukan.
"Ga bisa gitu dong Land. Kamu udah janji mau pergi bareng ama aku." protes Didit tak terima.
"Aku capek nungguin kamu." jawabku santai.
"Aku punya alasan kenapa lambat." balasnya membela diri.
"Tapi aku bosan nungguin kamu Dit."
"Tolong mengertilah Land. Aku kesiangan bangunnya. Aku udah secepat mungkin agar bisa sampai kemari." ujarnya dengan wajah memelas.
Kasihan juga aku melihatnya. Nampaknya ia beneran tergesa-gesa agar bisa sampai kemari, rambutnya aja masih tampak berantakan belum dirapikan.
"Ini juga gara-gara kamu Land." ucapnya santai.
"Maksud kamu?" tanyaku tak mengerti.
"Kalo aja kamu ga larang aku untuk nginap dirumah kamu, ga akan kayak gini jadinya."
"Lho, kok malah nyalahin aku?" menyebalkan. Baru juga dikasihani udah buat kesal lagi.
"Iyalah. Coba aku nginap dirumah kamu, aku ga mungkin kesiangan bangunnya."
"Enak aja nyalahin orang. Makanya kalo tidur jangan kayak kebo."
"Ehm." suara Puding berdehem. Aku dan Didit bersamaan menengok kearahnya.
Astaga, aku baru ingat kalo daritadi Puding ada bersama kami. Pasti dia mendengarkan semua omongan kami tadi. Sial, rasanya aku pengen menghilang aja dari muka bumi ini. Hiks..
"Lebih baik aku pergi duluan aja." ujarnya nampak serba salah sambil menggaruk kepala bagian belakangnya.
"Seharusnya itu yang daritadi harus kamu lakukan." sahut Didit ketus.
Aaaaarrrgghh... Menyebalkan banget nih anak. Pengen banget rasanya dia aku lempar sampai ke benua antartika biar ga usah balik aja sekalian. Huuufft..
"Aku ikut ama kamu Puding." ujarku sambil mendekatinya.
"Ga boleh." cegah Didit.
"Apa-apaan sih? Emang kamu siapa larang-larang aku? Ujarku ketus.
"Emang kamu juga siapa seenaknya batalin janji?" jawab Didit menantang.
"Yah suka-suka aku dong, mau ikut ama siapa."
"Suka-suka aku juga dong mencegah kamu batalin janji." balasnya tak mau kalah.
"Yang ga nepatin janji siapa? Kamu kan? Janjinya jam berapa, datangnya jam berapa?" ujarku makin geram.
"Yang ga ijinin aku nginap dirumah kamu siapa? Kamu kan? Jangan marah kalo aku terlambat jemput kamu."
"Aaarrgh, capek ngomong ama orang Stress."
"Capek juga ngomong ama orang egois kayak kamu."
"Sudah diam." bentak Puding tiba-tiba membungkam perdebatan sengit kami.
Bersambung dibawah yah guys.
Tungguin yah.
Comments
tapi kelanjutan'y gagal lagi di update.
Aku akan cari cara agar bisa update lagi.
Q juga pakai vpnbook klo mau buka situs ini.
Padahal berhasil lanjutin cerita'y di page baru,
tapi mau ngelanjutin lagi ga bisa.
Kalo koment kayak gini berhasil di update,
tapi kok nulis cerita gagal yah?
Udah pake xl ama im3,
tetap aja gagal.
Failed for commenting,
dibutuhkan ID.
Aduh,
ga ngerti deh.
Insya Allah aku mau coba pake TELKOMSEL,
Moga aja berhasil.
Apa hpQ yang bermasalah yah?
Aku pake nokia X2-02,
kemarin2 update pake hp ini bisa kok sekarang ga bisa yah?
Njir, judulnya gw banget T_T
Hadeeuhh,
jadi bingung aku harus gimana?
Ga di izinin kali update cerita . ;-(
yuk baca kelanjutan cerita'y. :-)
"Kalian apa-apaan sih? Sikap kalian ini kekanak-kanakan tau." ujar Puding kesal.
"Ini cuma masalah sepele, kenapa harus dibesarin kayak gini?" sambungnya lagi. Baru kali ini aku melihatnya marah sampai-sampai wajah putihnya nampak memerah.
"Ini semua gara-gara kamu. Coba kalo kamu ga datang, pasti kami baik-baik aja. Dasar pengganggu." jawab Didit ketus.
"Kalo bukan karena teman-teman yang nyuruh, aku juga ga akan mau datang kemari. Apalagi kalo hanya untuk mendengarkan pertengkaran konyol kalian berdua." balas Puding tak kalah ketusnya.
"A... Apa? Terpaksa? Jadi Puding terpaksa datang kemari? Ia sebenarnya sama sekali tak berniat untuk datang menjemputku?" gumamku dalam hati. Sungguh aku tak menggira kalo ia akan berkata seperti itu. Aku merasakan airmataku akan jatuh, tapi aku segera menahannya untuk tidak keluar. Aku tak ingin membuat mereka curiga dengan sikapku.
"Akuu... Aku pergi sendiri aja." ujarku pelan menahan sesak pengen nangis.
"Kenapa?" tanya Didit heran.
"Kenapa jadi berubah pikiran lagi?" tanyanya makin heran.
"Karena aku tak ingin merepotkan kalian." jawabku sambil mengembangkan senyuman dibibirku walau sebenarnya hatiku sedang menangis pilu.
"Tapi kan...."
"Aland biar aku aja yang antar." sahut seseorang secara tiba-tiba memotong ucapan Didit. Kami bertiga hampir bersamaan berbalik kearah sumber suara pria tersebut yang posisinya tak jauh dari kami. Pria tersebut tengah mendorong motor Revo birunya lalu mendekati kami.
"Auww, sakit tau." pekikku marah sambil memegang jidatku yang sakit karena diketok oleh kak Arman.
"Biarin. Makanya belajar mengemudi motor, biar ga ngerepotin orang terus." jawabnya enteng tanpa rasa bersalah sedikitpun juga. Huufft.
"Kamu itu kayak anak cewek aja, pake direbutin segala." lanjutnya lagi sambil mengstar-ter motor yang sebenarnya milik ayah. Aku kaget mendengar ucapan kak Arman yang konyol, begitu juga dengan Didit dan Puding yang ikut mendengarkan ucapan kak Arman barusan.
"Ayo cepetan naik." aku segera menuruti perintahnya. Aku naik keatas motor lalu duduk dibelakang kak Arman. Sempat ku perhatikan wajah Didit yang kecewa. Kalo Puding, aku tak melirik kearahnya. Bagiku, pengakuannya itu sudah cukup untuk menjelaskan semuanya.
"Hadeuuhhh... Ujung-ujungnya aku juga yang anterin kamu. Sial." ujar kak Arman ngedumel.