BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Short Love [end]

edited July 2013 in BoyzStories
Cerita ini adalah sebagian dari hal-hal yang pernah terjadi, dalam hidupku. Ini adalah cerita berdasarkan kisah nyata tanpa dibumbui hal-hal yang erotis atau sex, ini hanyalah kisah percintaan yang begitu rumit. Di sini akulah pemeran utamanya. Ceritanya ini dipersingkat dan hanya untuk berbagi bagaimana cinta itu datang dan bagaimana cinta itu meninggalkan kita. ==============================================

Syafa Mananta adalah nama pemuda yang menerima ku di tempat kerja ku, sebuah bimbingan belajar. Dia merupakan salah satu mahasiswa tingkat akhir di universitas negeri yang sama dengan ku. Aku sendiri sedang menempuh pendidikan yang sama dengan Afa, tapi aku masih berada di tingkat 3.

Afa adalah pemuda yang good looking dan tampan.

Aku adalah Kimi Hidayat, dengan perawakan sedikit chubby, pipi besar membengkak seperti bakpao dan Afa suka sekali mencubit pipi ini. Tinggi badanku sekitar 165 cm dengan berat 70kg. Mungkin ini dikategorikan sebagai kelebihan berat badan karena sudah berbagai cara aku lakukan untuk menurunkannya tapi tidak pernah berhasil sedikitpun, kulit kuning langsat dengan ditumbuhi bulu-bulu seksi di sebagian tempat, dan berkacamata. Dan aku adalah gay.

Afa nama pendek dari Syafa sendiri mempunyai perawakan tinggi mungkin sekitar 179cm. Perawakan Afa biasa saja, tidak berotot atau apapun itu yang membuatnya menjadi terlihat lebih strong. Tapi aku tahu bahwa dia adalah penjantan sejati, ya dia Straight. Wajahnya lebih mirip Bondan Prakoso, jika kau bisa membayangkannya. Dia mempunyai sifat yang begitu murah hati dan sangat sabar, dia begitu sabar menghadapi seseorang seperti aku yang sifatnya luar biasa manja dan benar-benar ingin diperhatikan setiap saat.  

Afa benar –benar sosok yang perhatian. Terkadang dia cukup menyebalkan dengan semua perhatiannya lebih kea rah overprotective. Saat itu aku masih berada di rumah menyiapkan beberapa materi untuk mengajar pada sore harinya. Di tengah kesibukan ku mencetak beberapa lembar kerja siswa, aku dikejutkan dengan suara dering telepon selular ku.

Ternyata itu adalah sebuah sms yang dikirim kan oleh Afa, dia ingin mengingatkan aku bahwa pada sore nanti pukul 15.00 atau jam 3 sore, aku akan ada kelas Bahasa Inggris untuk kelas VI Sekolah Dasar.

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore tapi aku belum berangkat juga karena aku masih sibuk menggandakan beberapa lembar nilai siswa. Terdengarlah suara nada dering telepon yang aku pastikan itu adalah Afa, dan dia pasti marah denganku.  

“Halo kak” sapa ku
“Cepat ke kantor, anak-anak sudah menunggu mu dari tadi” nadanya tetap lembut, dan entah kenapa jika ditelepon begitu aku selalu merasa ada yang terbang di dalam perutku.
“Iya kak, maaf. Aku sedang menggandakan beberapa lembar nilai siswa.”
“Ya, aku akan menangani kelas mu dulu, sebelum kamu datang.” Kata Afa.
“Yap…” jawab ku, dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Afa langsung mematikan teleponnya.

Comments

  • Beberapa buku dan tas sudah aku siapkan dan segeralah aku berangkat menuju kantor. Sesampainya di sana, aku langsung menuju ruang kelas dan memulai pelajaran. Kelas berlangsung selana 1,5 jam dengan berbagai  keributan khas anak-anak sekolah dasar. Setelah menyelesaikan sesi pertama pelajaran di kelas VI, aku menuju front office dan meletakkan segala buku-buku ajar yang telah digunakan pada saat mengajar tadi.

    “Setelah ini kamu ada kelas VII dan VIII. Sekitar setengah jam lagi mungkin” kata Afa mengkonfirmasi jam mengajar ku selanjutnya.
    “Siap kak. Hari ini semua pengajar bisa hadir semua kan?” Aku menanyakan hal itu karena selain sebagai tenaga pengajar aku merupakan staf akademik.
    “Ya, mereka semua sudah konfirmasi bahwa bisa behadir.” “Syukurlah… Akhirnya tidak ada yang perlu aku gantikan jadwal mengajarnya.” Kataku sambil mengelus dada.
    “Huh, dasar. Sini temani dulu. Hari ini hanya sendirian di ruangan front office.” Kata Afa sambil menepuk kursi di sebelahnya.

    Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk berduaan dengan Afa. Kapan lagi aku bisa membauinya dari jarak dekat seperti ini. Kebiasaan aku ketika berdua dengannya adalah membauinya. Parfum yang digunakannya terkesan lembut tapi jantan. Seandainya dia tahu bahwa setiap duduk disebelahnya jantungku rasanya seperti ingin meloncat ke luar dari dada. Saat itu aku dengan asyik menulis beberapa rangkaian paragraph Bahasa Inggris tentang kisah cinta, untuk kelas selanjutnya. Kisah cinta itu tak jauh dari kisah tentang diriku dan Afa.

    “Sedang apa kau? Lagi menulis apa?” dia mengalihkan pandangannya dari layar monitor computer ke arah kertas yang aku corat-coret.
    “Sedang menulis tugas untuk anak-anak kelas XII.” Sambil tertawa menjawabnya, karena aku tidak mungkin mengungkapkan isi dari cerita itu kepadanya, bisa-bisa saja tak terduga mendapatkan serangan jitak dari tangan dinginnya.

    Selanjutnya aku disibukkan dengan kegiatan belajar mengajar setelah menyelesaikan sholat ashar. Sesi ini lebih lama karena selesainya sampai pukul 18.30 atau sekitar setengah 7 petang, hamper maghrib. Aku lupa bahwa sebelumnya ada janji ke dokter gigi, maka aku meminta ijin dengan Afa untuk pergi ke dokter gigi sebentar dan meninggalkannya sendirian di kantor. Sebenarnya dia tidak sendirian, ada banyak guru-guru lain yang nongkrong di FO.

    Sebelum aku pergi, aku merapikan tas dan buku-buku ku, aku tak langsung memberitahukan niatku akan pergi ke dokter gigi. Tapi dia sudah membaca gelagat ku yang akan pergi sebentar.

    “Mau ke mana kamu? Jangan lama-lama. Dengan siapa kamu pergi? Ngapain?” tanyanya tanpa sela. Seolah-olah aku ini ingin melarikan diri dari kewajibanku. Tapi dua pertanyaan terakhir membuat aku bingung. Untuk apa dia menanyakan itu.
    “Isshh, kakak ini. Aku mau ke dokter gigi, mau mengecek gigi ku yang dalam masa perawatan. Aku pergi sendirian. Kenapa? Kakak mau ikut?” Tanya ku lagi.
    “Pokoknya jangan lama-lama..” katanya tanpa melihatku dan sibuk dengan komputernya. Dia tak suka aku pergi sepertinya.
    “Iya… iya… kenapa sih…” kemudian aku langsung menuju parkiran dan melajukan motorku ke dokter gigi langganan ku.

    Disela-sela aku menunggu antrian untuk memeriksakan gigiku, telepon ku bergetar dan tertera nama Afa.
    “Halo kak? Kenapa?” tanyaku.
    “Tolong belikan aku obat masuk angin, dan susu.” Aku tersentak, sambil mendengarkan suaranya yang sedikit serak dan berubah akibat tersumbat flu.
    “Iya kak, Tunggu ya. Belum giliran ku.” Kataku khawatir.
    “Ya, jangan lupa.” Kemudian telepon dimatikan.

    Padahal sebelum aku berangkat tadi dia baik-baik saja, kenapa dia tiba-tiba terserang masuk angin. Dasar manja kata ku dalam hati. Saat ini aku sedang di warung untuk membelikan beberapa obat masuk angin dan susu. Aku bergegas kembali ke kantor dan menemuinya. Setibanya di kantor aku langsung menuju ruangan Afa, dan melihatnya meringkuk di atas kursi yang ia duduki dari awal aku berangkat  ke dokter gigi tadi. Dia sudah mengenakan jaketnya. Hidungnya merah dan wajahnya terlihat pucat.

    “Ini kak obatnya cepat diminum, dan ini susunya. Susunya diminum nanti saja.” Aku kemudian ke dapur untuk mengambil air hangat.
    “Ini kak air hangat, kenapa bisa mendadak begini sih! Baru ditinggal aja udah manja luar biasa, hahahaha.” Wajahnya semakin memerah dan menjitak kepala ku. Sakit sekali rasanya, tapi aku senang.
  • Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam, dan tidak ada tanda-tanda siswa kelas bimbingan belajar selanjutnya yang datang. Aku kemudian duduk di sebelah Afa, yang sedari tadi mengigil. Dalam hati ini, ingin rasanya menyentuh kepalanya, mengusapnya dan menyalurkan rasa kasih saying ku dan perhatianku kepada Afa, bahwa aku ada di sini untuk Afa, dan apapun  yang Afa inginkan akan aku lakukan sebisanya. Ingin sekali aku menyentuh kedua pipinya dengan kedua tangan ku, dan menyatukan keningnya dengan keningku, dan mensugesti diriku sendiri untuk bisa menyalurkan rasa panas dan dingin yang ia alami. Jujur, aku sangat khawatir.

    Satu jam sudah kami menunggu siswa yang akan masuk ke kelas berikutnya tapi tidak ada tanda kedatangan, maka kami bersiap untuk pulang. Setelah merapikan ruangan dan yang lainnya, kami bersama-sama pulang ke rumah masing-masing, tentunya dengan motor masing-masing. Aku sempat bertanya apakah dia sanggup mengendarai motornya sendiri, dia bilang sanggup. Dia juga mengantarkan ku sampai ke depan gerbang komplek. Kebetulan sekali kami satu jalur pulang, tapi dia tidak satu komplek dengan ku.

    Sesampai di rumah, aku menanyakan kabarnya, tapi tidak ada balasan sedikitpun. AKu berpikir bahwa mungkin saja dia sudah tertidur.

    Keesokkan harinya, kembali aku tanyakan keadaan Afa. Dia berkata bahwa sudah baikan dan sehat kembali dan dia juga mengucapkan terima kasih. Aku senang setidaknya hari ini dia akan tetap masuk kantor. Aku mendapatkan kabar dari pihak kantor bahwa aka nada pengajar baru yang akan masuk, tapi aku tentunya belum bertemu dengan orang itu.

    Hari ini akan ada tes wawancara untuk pengajar baru. Aku sudah siap menuju kantor dengan pakaian dinas yang diberikan oleh manager kantor. Tiba di kantor, tidak ada tanda-tanda Afa telah datang, mungkin saja dia telat kata ku dalam hati. Di dalam ruang wawancara sudah ada 2 orang calon pengajar baru. Mereka memperkenalkan diri yang aku ketahui nama laki-laki tersebut adalah Ryan Hadiyanto dan yang perempuan adalah Meisya Erika. Ryan bertubuh tambun, lebih besar dari diriku. Sedangkan Rika, mempunyai tubuh mungil, sangat mungil. Wajah Rika seperti boneka Barbie.

    Setelah menanyai beberapa pertanyaan mengenai pengalaman kerja dan lain-lain, akhirnya mereka berdua diterima oleh pihak kantor sebagai pengajar. Kami keluar ruangan wawancara dan menuju FO. Aku melihat Afa sudah bertengger di kursi kejayaannya selama ini.

    Tak bisa aku terjemahkan ekspresinya ketika melihat Rika. Wajahnya seakan kaku, seperti melihat sesuatu yang benar-benar membuatnya takjub. Ya, aku akui bahwa Rika itu cantik, dan kenyataan itulah yang membuat aku sakit. Aku merasakan dada ini sedikit perih rasanya wajahku memanas dan mataku sepertinya akan mengeluarkan limpahan bendungan airnya. Ekspresi Afa seakan-akan mengatakan bahwa inilah bidadari yang aku cari. Memikirkannya saja sudah membuat aku sakit kepala.
  • sad ending

    msh ad sdkit lanjutannya,,, :)
  • Aku langsung berbalik arah dengan cepat. Cepat sekali, bahkan Afa sekilas melihat kea rah ku tapi tak aku hiraukan. Dia seakan ingin mengatakan sesuatu tapi tidak sempat, karena aku sudah melesat ke arah dapur. Di dapur, aku sudah memikirkan berbagai macam hal yang akan terjadi, memikirkan bagaimana selanjutnya jika Rika merebut Afa dari ku. Egois memang, tapi itulah kenyataan yang harus hadapi. Tidak professional itu mungkin bisa dimasukkan dalam keadaan ini. Tak terasa air mata ini menetes, dan menangis tanpa suara. Aku bersyukur saat itu memang sepi dan tidak ada yang kea rah dapur. Tapi ternyata salah, saat itu juga ada tangan yang menyentuh pundak ku.

    Dia adalah kakak angkatku, Ka Nisa, dia senior di bimbingan belajar itu. Aku sudah menganggapnya sebagai saudara ku sendiri. Dia mengusap punggung ku perlahan, menabahkan hati ku. Aku tau dia sangat sensitive dengan hal ini. Dia lah yang cukup mengerti aku dan tahu tentang orientasi ku.

    “Sudah lah de, kan belum tentu juga mereka akan pacaran” dia berusaha memberikan kata-kata penenang.
    “Tapi, bisa saja kan. Lagipula Ka Afa juga lagi sendiri kan?” kataku sambil sesengukan. Ka Nisa hanya tertawa melihat ku menangis.
    “Hahahahaha,, sudah aahh, tambah lucu jadinya muka mu kalau menangis.” Kata Ka Nisa mengacak-acak wajahku bukan rambut ku. Aku tersenyum.

    Kemudian Ka Nisa menarik tangan ku dan membawaku ke FO kembali untuk pamit pulang. Karena kebetulan kami berdua tidak ada jadwal mengajar lagi pada sore itu. Aku melihat Rika sedang asyik berbicara dengan Afa, senang sekali terlihatnya. Dan itu membuat perih lagi hatiku. Ka Nisa melihat kea rah ku, aku mengisyaratkan dengan mulut “It’s ok”

    Afa yang tak sengaja melihat kami berdua, mengernyitkan keningnya, seolah-olah heran dengan kelakuan kakak beradik ini. Aku menyusun tas dan buku-buku ajar ku yang tertinggal kemarin. Baru satu langkah akan menuju parkiran, Afa menyapaku.

    “Mau ke mana? Kok pulangnya cepat” tanyanya sinis.
    “Mau pulang, kan tidak ada lagi jadwal ku hari ini.” Jawabku. Hati ini berkata, apa peduli mu dengan ku, aku mau pulang kapanpun, itu terserahku.
    “Di sini dulu aja, kenapa harus pulang cepat sih? Kita bisa makan burger bareng.” Katanya protes dan berusaha menyogok ku dengan burger.
    “Lagi ada urusan.” Aku langsung menarik tangan Ka Nisa dan menuju parkiran. Aku tidak langsung pulang, melainkan menuju restoran cepat saji yang tak jauh dari kantor.  Mengambarkan bagaimana perasaan ku saat itu pada Ka Nisa. Dia hanya bisa mendengarkan, dia juga sebenarnya bingung ingin mengatakan apa. Tapi sepertinya aku belum perlu masukan, aku hanya ingin menumpahkan perasaan ku saat itu.

    Beberapa hari setelah itu, Afa berusaha menghubungiku. Karena setiap kali dia mencoba menghubungi, tak pernah ku balas. Bahkan aku mematikan telepon genggam ku hanya karna tidak ingin melihat namanya muncul di layar telepon. Tiga hari aku tidak masuk kantor, beralasan bahwa sedang sakit. Pengecut, lari dari kenyataan atau masalah ini. Aku takut melihat kenyataan bahwa mereka akan merajut kasih, dan itu ternyata benar. Setelah ketidakhadiran beberapa hari di kantor, aku menemukan kenyataan paling berat bahwa mereka sudah mempunyai status.

    Mungkin sebelumnya aku masih meragukan kebenaran itu. Tapi beberapa hari selanjutnya aku melihat mereka berboncengan berdua, dan Rika merangkulkan tangannya di pinggang Afa. Hal tergila yang aku lakukan adalah ketika aku melihat mereka berdua berboncengan sambil berpelukan menuju kantor, aku langsung memutuskan untuk pulang, padahal masih ada dua kelas yang harus dihadapi. Afa sempat mencegahku untuk tidak pulang, tapi aku tidak bisa mendustakan perasaan ini. Aku benar-benar tidak konsentrasi melihat semua itu. AKu kalap dan tidak bisa menerima kenyataan. Mungkin sebagai guru, aku adalah orang yang tidak patut dicontoh bahkan perlunya untuk dicaci karena kelakuan ini. Tapi itu cukup satu hari. Hari-hari berikutnya, aku kembali ke kantor dan berusaha untuk mengabaikan keberadaan mereka Afa dan Rika, dan menganggap bahwa yang pernah terjadi sebelumnya tidak ada.

    Afa sempat bertanya kepada Ka Nisa tentang perubahan sikapku, tapi Ka Nisa tidak menjelaskan dengan detil. Dari situ aku memantapkan hati bahwa aku sayang dengan anak-anak muridku dan tidak akan mengorbankan anak didik hanya karena Afa. Biarlah Afa menyadari perubahan sikap ini dan mungkin saja nanti dia akan bertanya kepada ka Nisa kembali. Aku tidak mungkin mengesampingkan profesionalitas ku sebagai guru hanya karena masalah perasaan. Aku hanya bisa berdoa untuk Afa dan Rika agar hubungan mereka langgeng.

    ==end==
  • nice...but i hate sad ending...busa bikin lanjutannya gak ? yg berakhir happily everafter..:D
  • nice...but i hate sad ending...busa bikin lanjutannya gak ? yg berakhir happily everafter..:D

    ya,,, sep lah,,, ditunggu aja,,,
    yg pasti bakal dari kisah nyata aq koq,,, heeee
    makasih ya sdh baca dan komen d sni,,, hehehe
  • "tanpa ditambah bumbu bumbu eksotis"
    uhm.. eksotis?
  • edited July 2013
    halrien wrote: »
    "tanpa ditambah bumbu bumbu eksotis"
    uhm.. eksotis?

    ya,,, mistype,, hahaha it has been edited....
    i mean erotis,,, makasih sdh mengingatkan,,, enjoy reading....
Sign In or Register to comment.