BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

I'm Not Monster

I’m Not A Monster
By. Choi Ha Soo

Pagi ini begitu cerah , matahari berseri di atas sana. Aku melangkah keluar rumah dengan seragam serba putihku. Kaos kaki panjang lima jari di atas mata kaki, senyum mengembang mengawali hari yang begitu cerah ini. Aku harus bergegas menuju Sekolah Dasar terbaik di kampung ku. Hari ini hari senin, aku harus tepat waktu sampai di sekolah. Hari ini aku harus membacakan Undang-undang dasar di podium kecil khusus petugas Upacara. Walau hanya sebagai pembaca undang-undang rasa banggaku tak kalah dengan petugas upacara lain.
Teng.. Teng.. Teng.. suara bel berbunyi tiga kali pak Ramidjan yang membunyikannya, wajahnya tak pernah lepas dengan senyum yang mengembang. Wah begitu tak sabar semua petugas upacara ingin segera keluar dan berbaris di podium kayu kecil yang di sediakan. Pak Hadi wali kelasku, menginstruksikan para petugas upacara untuk bersiap-siap dan berbaris rapi. Mulai dari Pemimpin Upacara,komandan upacara, tiga pengibar bendera, pembawa pancasila, protokoler, pembaca undang-undang dan yang terakhir pembaca doa.
Kami siap di atas podium kecil, berbaris rapi dengan seragam putih, memakai sarung tangan putih dan celemek merah menggantung di leher. Protokoler membacakan satu per satu urutan acara upacara, aku menghitung perlahan kapan saatnya aku membacakan undang-undang. Dan tibalah saatnya. “Pembacaan undang-undang dasar seribu sembilan ratus empat puluh lima”
“Undang-Undang Dasar Seribu Sembilan Ratus Empat Puluh Lima PEMBUKAAN......”
Ku akhiri tugasku dengan menelan ludah, aku berhasil dan tak ada kata yang salah, atau terlewat. Pak hadi selaku pembina kami memberi sanjungan kepada kami semua. “ini awal yang bagus” katanya. “kalian baru pertama melakukannya dan kalian berhasil” upacara selesai dan kami pun masuk ke dalam kelas. Saat ini aku duduk di bangku kelas 5 SD. Saat di tanya apa cita-citamu, aku selalu menjawab aku ingin menjadi seperti ayahku. Mereka yang bertanya pasti akan tertawa sambil mengamati diriku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Katanya “kamu harus berusaha keras untuk jadi seperti ayahmu”. Sejak kepindahanku dari kota kelahiranku ke kampung ini, setiap orang seolah meremehkanku. Aku pikir ini akan hilang dalam satu atau dua minggu, namun ternyata salah mereka berlaku demikian sampai aku duduk di bangku kelas lima SD.
Aku begini lah aku, teman-teman sekelasku bilang aku banci. Itu terjadi sejak aku duduk di bangku kelas 1 SD. Tak peduli dan mencoba mengabaikan apa yang mereka bilang. Karena aku benci yang namanya olah raga, aku benci bermain sepak bola. Aku benci ketika aku di paksa bermain sepak bola, aku benci ketika aku mencoba menendang bola yang malah membuat mereka tertawa melihatku.
Saat semua menertawaiku saat amarahku tak terbendung lagi, aku mengamuk pada salah satu dari mereka yang tertawa lantang di depanku. Aku jambak rambutnya aku cakar apa saja yang dapat aku raih, bergulat di atas pasir lapang sekolah dan mengundang banyak perhatian anak-anak lain. Sampai akhirnya guru olah ragaku membunyikan peluitnya. Aku pura-pura tak mendengarnya aku marah sangat marah aku sudah menahannya sejak di kelas 1 SD dan aku tak dapat lagi menahannya. Tak berapa lama kemudian guru olahragaku membawa kami ke ruang guru, wajahku perih seperih-perihnya seragamku kusut kotor tak karuan. Ibuku datang, ehm.. maksudku Ibu angkatku datang, aku dapat melihat kobaran amarah dari matanya yang melihat ke arahku. Aku yakin akan semakin banyak lebam di paha ku atau bahkan cap ikat pinggang di bahuku.
Aku tinggal bersama mereka keluarga angkatku, sejak aku umur 3 tahun. Ibuku bercerai dengan ayahku, dan aku masih ingat ketika aku menangis di gendongan ibuku saat itu hujan, suara pertengkaran mereka tak kalah dengan suara petir di luar sana. Hal itulah yang membawaku sekarang ini di tempat ini bersama mereka keluarga angkatku. Ibuku kerja di luar negeri, ayahku entah mungkin sudah kawin lagi.
Wajahku memar, guratan-guratan kuku juga tergores di wajahku. Rasanya masih perih, tapi aku coba menahannya karena aku tak mau ibu angkatku semakin marah ketika aku mengeluh padanya.
Ke esokan harinya, ketika aku masuk ke kelas. Semuanya menatapku seperti monster, aku tak peduli. Jam istirahat tiba, aku pergi ke warung mbok jum saat aku beli bakpia kacang hijau kesukaanku. Aku melihat ada boneka kertas lucu yang di lengkapi dengan baju-baju dan gaun-gaun indah. Aku tau ini mainan anak perempuan tapi hasratku tak tertahankan. Aku beli 2 lembar seharga 1000 rupiah, mbok jum melihatku heran. Aku cepat-cepat masukan mainan boneka kertas itu ke dalam seragamku agar tak ada yang melihatnya.
Sepulang sekolah, aku gunting rapi satu persatu mainan boneka kertas bongkar pasang itu, aku mainkan dengan riang, aku ingin membeli lagi besok dengan baju-baju yang berbeda dengan yang ku beli sekarang.
Ke esokan harinya ketika pulang sekolah, aku bergegas ke warung mbok jum lagi membeli mainan boneka bongkar pasang kertas itu, salahh satu teman sekelasku melihatku. Aku tak berpikir macam-macam dan berharap dia tidak melihatku membeli mainan ini. Namun malangnya aku ketika aku berjalan pulang segerombolan teman cowok yang sekelas denganku mengikutiku dari belakang sambil tertwa cekikikan sambil mengolok-olokiku Banci.. banci.. banci.. aku tau ini mainan cewek dan aku tau kelakuanku seperti cewek tapi aku tidak sedikitpun mau aku seperti ini, ini terjadi begitu saja. Aku berjalan cepet agar aku segera sampai rumah dan telingaku tidak mendengungkan kata-kata yang diucapkan teman-teman ku tadi. Tapi jalan masih jauh untuk sampai rumahku, mereka tak berhenti mengolok-olok i aku banci. Namun tiba-tiba mereka diam, karena mereka diam aku menoleh ke belakang melihat ada sesosok anak lelaki yang mungkin sudah kelas 2 SMP membentak ke arah gerombolan anak yang mengolok-oloki ku tadi dia bilang “berhenti mengganggu dia atau kalian akan aku tonjok satu-satu” . seketika gerombolan anak-anak nakal itu pergi, kakak itu berjalan ke arahku dan menyuruhku untuk segera pulang kerumah. Aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepadanya, dia pahlawanku sekarang. Terima kasih gumamku dalam hati.

Comments

Sign In or Register to comment.