Aku tidak percaya akan menulis kisah ini.
Aku panggul tas ransel berisi 4 pasang pakaian, Selain keempat pasang baju itu ku lengkapi juga alat mandi yang kumasukan kedalam tas plastik kecil bertuliskan playboy warnanya hitam supaya terkesan macho, tidak lupa handuk. Ada beberapa buku juga yang kusisipkan di belakang kantung tasku, alat tulis dan yang paling berat sebuah laptop, ini benar-benar menyiksa bahuku. Keringat mengucur deras membasahi kaos putih yang kukenakan. Mataku tidak lepas-lepasnya memperhatikan jalanan di kanan dan kiri bus yang penuh sesak penumpang, angin yang masuk dari jendela yang dibuka lebar-lebar tidak mampu menyejukan ruangan bus ini, tapi sebanding dengan tarifnya yang hanya 4000 rupiah untuk jarak tempuh yang lumayan jauh. Aku berdiri dengan menggendong tas ranselku di depan badanku. Bahuku terasa mulai mati rasa. Perjalanan selama 45 menit yang biasanya sebentar menjadi terasa lama dengan beban tas ransel ini.
Aku mendarat dengan kaki kiriku, seperti pesan sang kondektur saat menuruni bus.
"KAKI KIRI DULU! KAKI KIRI DULU!"
"Terimakasih pak kondektur." Ujarku dalam hati. "Pesanmu sungguh membantu."
Aku lihat BB ku, membaca ulang petunjuk jalan yang ditulis di dalam BBM, percakapanku dengan Amlo.
Sebelum sempat ku lihat BBM dari Amlo 2 hari yang lalu, ada telepon masuk.
Nama "Sayang" disana.
" Maaf ya sayang." Batinku, aku abaikan lalu mencari BBM yang ku maksud.
Aku memberhentikan angkot sesuai petunjuk Amlo lewat BBM dan menyebutkan tujuanku. Supirnya menggangguk, isyarat bahwa aku menaiki angkot yang tepat. Aku masuk lalu menyandarkan tubuhku di kursi penumpang. Aku tersenyum lebar karena sebentar lagi sampai tujuan. Aku kantungi BB ku dan kembali menyabaikan panggilan masuk, hanya bergetar saja, karena kupikir perjalanan ini sangat berisik tidak mendukung untuk menerima telepon. Angkotnya kali ini tidak penuh, karena sepertinya arah tujuanku bukan daerah perkantoran seperti bus tadi.
Sesampainya di tujuan, aku memperkenalkan diri pada orang yang disana. Seorang wanita lebih muda dariku memakai setelan putih-putih dengan jilbab menutupi kepalanya.
"Silahkan duduk dulu saya panggilkan dulu orangnya."
Dia meninggalkanku kemudian kembali bersama Amlo.
"Nyasar gak lu?" Sapa Amlo sambil menjabat tanganku.
"Enggak. Lumayan juga ya jauhnya, berasa...." Aku tidak menyelesaikan kalimatku, melirik wanita tadi yang sedang sibuk menulis, "... Berasa ke ujung dunia." Lanjutku dalam bisikkan pada Amlo, takut menyinggung wanita tadi.
"Hahahaha" tawa Amlo pecah sambil menepuk pundakku kencang.
"Aduh!" Protesku sambil mengelus-elus pundakku.
"Oh ya udah kenalan belum?" Tunjuk Amlo sama wanita tadi. Wanita tadi senyum saja.
"Udah tadi, bahkan udah sempet ngopi-ngopi ya mbak di Jco."
"Hahahaha, bisa aja lu." Pukul Amlo sambil melayangkan pukulan ke pundakku, kali ini aku berhasil menghindar.
"Kamarnya dimana? Berat nih bawaan." Protesku.
Amlo mengantarku ke kamar dan tanpa dipersilakan, aku merebahkan tas dan tubuhku diranjang.
"Cape coy!"
" Lu udah sampe sini, gue balik ya."
"Jiah? Kok cepet banget. gak kangen ama gue nih?"
"Basi lu!" Amlo menjitak kepalaku.
" Lu jangan nakal ya?" Katanya lagi sambil menggendong ransel yang dibawanya sedangkan tangan kanannya membawa helm.
"Gak ada nasihat yang lebih dewasa ya? Kerja yang baik atau Kalo ada kesulitan bilang gue. Apa kek! Jangan nakal? Nasihat apa tuh." Protesku lagi.
" Ah! Protes mulu!"
Amlo melangkah meninggalkanku, aku bangkit dan mengikutinya.
" Abis ini kemana?" Tanyaku.
" Ngejar gawean lagi nih."
" Banyak uang ya lu sekarang." Ledekku.
" Hahaha, lu kaya gak tau aja bayaran kita berapa."
Amlo mengobrol sebentar dengan wanita tadi lalu menerima amplop. Pamitan padaku lalu mengendarai motornya lalu menghilang dari pandangan.
"Saya ganti baju dulu ya." Kataku pada Sari, wanita tadi. Sari hanya mengagukkan kepalanya.
Aku periksa BB ku di saku celana. Miss call sebanyak 5 kali dari Sayang. Sudah jam 9 kulihat jam di BBku, dia pasti sudah ada di kantor. Aku tersenyum lalu mengetik sms.
"Sayang, maaf ya. Aku tadi di bus jadi gak bisa kuangkat. Pulang jam berapa, nanti aku telepon."
(Send)
"Hi"
Pesan singkat ini sudah beberapa kali kukirim ke profil ini. Dia tidak pernah menanggapinya.
Aku perhatikan wallnya, dia cukub aktif mengirim wall, menanggapi orang-orang yang mengomentari fotonya di facebook.
Laki-laki, umur 20 tahun yang masih kuliah, badannya bagus, perutnya six pack dan lengannya terbentuk sempurna.
" Hem... Dia sepertinya tidak tertarik padaku." Batinku.
Aku tutup facebookku dan mulai membaca buku yang sedangku baca. Amlo dan Rani membaca buku saku yang sama denganku. Kami saling diam bersama belasan anak lainnya di ruangan itu.
TOK TOK TOK TOK TOK
Ketukan di pintu membuatku terbangun dari tidur.
Astaga?!
Ternyata aku tertidur setelah mengganti baju.
Sari yang mengetuk, wajahnya sedikit tegang. Aku segera masuk ke ruangan sebelah kamarku setelah Sari.
Seorang perempuan menangis tersedu-sedu mengatakan dirinya sesak nafas. Dadanya terasa sakit. Dia gelisah dan tidak bisa ditenangkan. Usianya aku taksir kurang lebih 20an tahun.
Aku menannyakan beberapa pertanyaan pada kedua orang yang mengantarnya. Kedua orang tuanya tampak sama paniknya. Mereka seperti keberatan dengan pertanyaan-pertanyaanku.
Aku menarik napas dalam mencoba sabar. Aku kemudian menanyakan pada perempuan yang kesakitan apa yang dirasakannya. Dia pun seperti enggan menjawab.
"Sakit.... Sesak.....!!!!!" Nyaris berteriak diantara isak tangisnya.
Aku menekan perutnya bagian atasnya dan dia semakin menjerit.
"Sakit!!!!!" Sentaknya, sambil menepis tanganku.
"Sakit ya?" Tanyaku dingin. Pertanyaan bodoh sebenarnya.
" Sari, Ranitidin intravena." Perintahku.
Sari segera mengambil spuid 3cc dan membuka 1 ampul ranitidin menghisap isinya kedalam spuid. Lalu menyuntikannya di tangan kanan pasien. 10 menit setelah Sari menyuntikan obat, perempuan tadi mulai tenang. Sikab kedua orang yang mengantarnya mulai sama tenangnya.
" Mas siapa ya?" Tanya kedua orang yang membawa perempuan tadi yang sampai sekarang belum kutahu namanya karena ketiga orang ini menolak menjawab pertanyaanku.
Wait!? Itu pertanyaan untukku?
"Hah? Saya Elmo." Jawabku.
Wajah mereka tetap bingung.
" Saya dokter Elmo." sambil tersenyum.
Wajah mereka mulai cerah.
" Mas teh dokter... Muda pisan... Kasep lagi." Kata si ibu sambil bergantian melihat anak perempuannya dan aku.
Aku tersenyum lebih lebar mendengar kata 'kasep' dari kedua orang itu.
Beberapa menit kemudian, Aku menjelaskan penyakit apa yang di alami pasien dan memberikan resep pulang.
(Kasep: ganteng, cakep. Pisan: sekali. Keduanya bahasa daerah sunda.red)
( Ranitidin: obat maag.red)
Tidak terasa sudah jam 6 sore. Pasien sudah tidak ada. Aku masuk ke kamar dan memeriksa BBku lagi. 3 miss call dari Sayang. Aku meneleponnya segera, merasa bersalah.
Tok Tok Tok
Aku membatalkan untuk menelepon.
"Maaf dok, pasien."
aku pulang dengan seragam UGDku. Menguap beberapa kali sepanjang perjalanan kaki menuju kost. Aku membuka facebook.
Di Feeds terpajang foto-foto laki-laki tadi yang mendapat komentar dari teman, temannya. Ada perasaan kesal juga. Dalam keadaan putus asa kutulis di inboxnya.
" Buat lu, gue mungkin hanya 1 dari ribuan teman fb lu yang tidak kau sadari keberadaannya, gue berharap dengan pesan ini membuat lu sadar ada gue diantara seribu lebih teman fb lu. Gue mau kenal elu lebih jauh, kita gak tau hubungan kita akan kemana. Cuma, kasih gue kesempatan."
(Send)
Ini pertama kalinya aku mengirim pesan panjang pada laki-laki ini. Selama lebih dari sebulan foto-fotonya selalu masuk "Feeds" ku sehingga aku selalu memperhatikan apa saja aktifitasnya di Facebook. Aku tutup kembali Facebookku. Aku tau pesan inipun tidak akan mendapatkan balasan.
Menyebalkan!
Sesampainya di kostanku saat menimbang-nimbang untuk mandi atau makan dulu aku tertidur sampai. Sampai Adren mengetuk pintu kostku.
"astaga!?" Semprotnya saat aku membukakan pintu. " Lu udah tidur, gak ganti baju lagi."
"Mau apa? Makan?"
"Yoa bro. Lapar!"
"Gue mandi dulu."
Aku meluyur meninggalkan Adren di dalam kamar sambil membawa handuk dan perlengkatan mandiku. Dia protes dan membujukku untuk makan dulu tapi aku mengabaikannya.
"Rame banget ya Sar, emang serame ini ya biasanya." Ujarku pada sari setelah pasien terakhir meninggalkan pintu klinik.
"Iya dok, memang rame. Soalnya daerah kampung, jauh dari Rumah Sakit dan Klinik lain masih jauh-jauh." Jelasnya.
Aku mengobrol ringan saja dengan Sari.
"Astaga!? Jamnya mati ya?"
"Kenapa dok?" Tanya balik Sari.
"Kok udah jam 11?"
Aku mengecek jam tanganku. Sama.
"Astaga? Ini bener jam 11 malem?" Tanyaku.
"Iya dok."
"Saya belum mandi. Mandi dulu ya."Kataku pada Sari, Alasanku sebenarnya yang ku maksud mau segera menelepon Daniel.
Teleponku sudah tidak diangkat. Jam segini biasanya memang Daniel sudah tidur. Hidupnya luar biasa teratur. Jarang sekali tidur larut. Tidak sepertiku.
Aku cek sms dan BBM yang masuk.
"Aku tidur duluan ya."
Ini isi Sms Daniel yang ku save dengan kata sayang.
Aku hanya bisa membalas dengan sms:
Maaf ya sayang.
Aku pun segera mandi dan mengganti baju lalu tidur di kamar jaga dokter. Aku sempat tidur 3 jam sebelum ada pasien asma yang mengalami sesak nafas. Pasien pulang 1 jam kemudian dan tanpa pikir panjang lagi aku tidur hingga jam 9 pagi. Kesiangan lagi untuk menelepon daniel.
Ada 2 miss call lagi dari Daniel, jam 9 begini dia bisanya sudah dikantor dan tidak bisa diganggu.
"Maaf ya. Ketiduran." Sms ku
"Udah biasa." Balasnya
Aku sungguh tidak enak hati.
"Jangan marah ya."
"Enggak marah kok." Balasnya lagi.
Setelah makan dengan Adren, aku sempatkan membuka fb.
Ada 1 pesan masuk.
Aku segera membukanya.
Nama Daniel ada disana.
"Hai juga"
Aku segera membalasnya dan kami mulai berbalas-balas inbox. Sampai akhirnya aku mendapatkan nomer hapenya.
Yesss!!!!! Sorakku dalam hati.
"Napa lu?" Tendang Adren di betisku.
"Senyum-senyum sendiri."
Aku tidak menjawab.
Aku save nomernya: Daniel.
Comments
bagus cerita nya
Thx
Bukan.... Ini berbeda. Maafkan ketidak kreatifan gue ya, memang tokohnya gue bikin dengan nama yang sama.
@gelo_susah sama nih agak bingung alurnya gmn, tp yg gw tangkep keknya ada sisipan dimana dia kenal si Daniel deh.
Thx ya, kalo paham maksudnya.
Masih amatir soalnya.
Sebenernya membuat sedikit bingung dengar alur jalan ceritanya yang bikin bingung tujuannya. Supaya memberi kesan gak terlalu mudah ditebak. Soalnya tanpa unsur 'istilah' kedokteran danalurnya yang maju mundur kisah ini idenya standar banget. Gue akan coba perbaiki lagi di upload berikutnya ya.
jarang2 lho wa berkomentar,.. haha.. ga pernah wa berkomentar di t4 org lain.. hr ini lagi cerewet mgkn..
Hem... Ini semua sudut pandangnya Elmo. Alurnyanya yang maju mundur, sekarang dan kenangan awal kenalan sama Daniel.
Sorry gue tuh double posting, buka 27 yang satu lagi ya.
Buka 27 satu lagi ya, ini double posting soalnya. Udah gue lanjut kok. Thx