BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

DIAM TAK SELAMANYA EMAS

edited August 2012 in BoyzStories
Sebagian orang memegang ungkapan bahwa diam adalah emas...
Suatu pembenaran untuk yang tidak begitu berani mengungkap pendapat...
Diam dalam berkomunikasi dapat diartikan tidak memberikan respon terhadap
bahasan. Atau diam juga dapat menjadi suatu ekspresi yang dimunculkan oleh seseorang
secara tidak langsung, namun menimbulkan aksi tambahan terhadap pihak ke-2/ ke-3 untuk menterjemahkan kediaman tersebut.
Emas adalah logam mulia yang terus naik harganya dalam kurun waktu tertentu.
Semahal itukah harga sebuah ke-diam-an?


************************************************************************************************



Asep memikul sebuah cangkul dipundaknya... tidak ringan dan tidak berat, biasa saja.
Sebuah rutinitas seusai shalat subuh untuk menuju sawah yang digarapnya. Matahari belum
sepurna memunculkan wujudnya dibalik Gunung Tampomas dimana sawah yang Asep garap ada di kakinya.
Gunung yang juga mengalirkan air panas yang bisa Asep nikmati ketika ia lelah secara cuma-cuma. Walau tidak semewah SPA di Kota yang sempat dilihatnya di tabloit wanita milik teteh nya. Walau tidak se-private Spa di kota dan dan harus berbagi ketelanjangan.
Tapi Asep masih bersyukur Tuhan masih memberikan kenikmatan tanpa membeda-bedakan umatnya.

Satu jam asep berjalan dari dumahnya, tibalah ia di suatu padang hijau yang luas, berlatar Gunung, dengan sapuan-sapuan kontras dari sorotan Matahari pagi yang menyapanya. Suara gemericik aliran air di parit yang cukup lancar tanpa mengenal kemarau.


Sebuah mantra klasik Asep lantunkan setengah berteriak sebagai tradisi warisan leluhur
yang orang-orang di daerahnya mengenal syair mantra tersebut sebagai jangjawokan.

"Sima Aing Sima Maung......
Sima Aing Sima Singa.....
Sima Aing Sima Oray....
Sima Aing Sima Jelema...
Suku tanpa Lumut!
Leungeun tanpa Lumer!
Jeung Gunung Prasani....Nya Aing Lalanang Jagad!"

Asep menghentakan kaki kanannya 3x ke tanah di pematang sebelum ia melangkahkan kakinya menyusup
kedalam lumpur sawah dengan hamparan padi di sekelilingnya...

Salah sawios lalakon hirup jajaka anu ngancik di padesan nu jauh tina kahirupan kota anu modern.
Teu pindo, sanaos anjeuna tebih tina kahirupan modern, Aya sipat-sipat agung luhung anu teu sadaya jalma miboga:
Moal jauh tinu sopan santun moal anggang tina tatakrama....

Di kemudian hari... sifat ini lah yang akan membawanya pada rasa yang dikehendaki semua orang di muka bumi ini,,,,,



Hanca...

Comments

  • lanjut..ma terjemahannya juga bos..roming ni..
  • edited August 2012
    "Sima Aing Sima Maung......
    Sima Aing Sima Singa.....
    Sima Aing Sima Oray....
    Sima Aing Sima Jelema...
    Suku tanpa Lumut!
    Leungeun tanpa Lumer!
    Jeung Gunung Prasani....Nya Aing Lalanang Jagad!"
    kalo yg ini rada susah jelasinnya syair sih hehehe......

    Salah sawios lalakon hirup jajaka anu ngancik di padesan nu jauh tina kahirupan kota anu modern.
    Teu pindo, sanaos anjeuna tebih tina kahirupan modern, Aya sipat-sipat agung luhung anu teu sadaya jalma miboga:
    Moal jauh tinu sopan santun moal anggang tina tatakrama....

    (Salah satu perjalanan hidup pemuda yg tinggal di desa yang jaug dari kehidupan kota yg modern.
    Tak dipungkiri, walaupun ia jauh dari kehidupan modern, ada sifat2 arif yang tidak semua orang miliki:
    Tidak akan lepas dari sopan santun dan tak jauh dari tatakrama)

    Hanca = bersambung

  • Waahh itu sundanya keren pisan lah. Ayo update lagi kang. Suka banget sama cerita yg bawa2 sunda kayak gini :D
  • edited August 2012
    Surya surup... Layung hiba...
    Nincak mangsana manusa mulang
    ti pakasaban...


    Asep membereskan semua perkakas yang ia gunakan untuk mengolah sawah warisan alm. Abah yang meninggal saat ia masih duduk di kelas 2 SMP, untungnya walaupun Asep tidak melanjutkan pendidikannnya ke jenjang yg lebih tinggi, bapaknya mewariskan ilmu terapan tenang cara bertahan hidup yang bisa dilakukannya di Desa, beternak ayam, berkebun, menanam padi, mencari kayu bakar, dll.

    Sore ini ia putuskan untuk melepaskan lelah di pancuran air panas yang tersedia untuk umum. Sesampainya disana, lumayan ramai, namun karena pancuran yg berderet banyak, Asep tidak harus menunggu giliran seraya masuk dalam deretan pria berbagai usia dan profesi untuk menikmati sentuhan panasnya air dengan aroma belerang yang cukup pekat.

    Seorang bapak taksiran Asep berusia 50-an yang sama-sama sedang menikmati panasnya air, menyapanya.

    Bapak: "mulih ti mana cep?"
    (habis darimana nak?)
    Asep: "ah abdi mah biasa we pa nyawah"
    (Biasa pak habis dari sawah *dalam artian mengolah sawah)
    Bapak: "Ningan anom keneh?"
    (Lho kok masih muda?)
    Asep: "Kaleresan pun rama parantos ngantunkeun, janten pami sanes abdi anu kasawah, bade saha deui"
    (Kebetulan bapak saya sudah meninggal, jadi kalau bukan saya, siapa lagi pak)
    Bapak: "Tuang ibu?"
    (Ibumu?)
    Asep: "Tos sepuh pa, karunya"
    (Sudah tua pak, kasihan)
    Memang ketika melahirkan asep, Emaknya sudah berusia cukup lanjut.
    Bapak: "Ooh...tos usum naon di sawah?"
    (Sedang musim apa di sawah?)
    Asep: "kantun ngantosan pa, kinten-kinten sasasih deui siap panen"
    (tinggal menunggu pa, kira-kira sebulan lagi siap panen)
    Bapak: "oh... beas naon cep?"
    (beras jenis apa?)
    Asep: "ah biasa we pa, asal cekap kanggo sadidinten...
    nya pami aya langkungna diical"
    (beras yang biasa pa, yang penting cukup untuk sehari-hari, akalu ada lebih ya dijual)
    Bapak: "nya, meungpeung di urang mah teu hese cai nya, sok asa karunya Bapa mah komo pami ningal ti TV aya anu dugikeun ka gagal panen ku halodo"
    (Ya, mungpung di daerah kita tidak kesulitan air, kasihan kalau lihat di TV yang agagal panen karena kemarau)
    Asep: "muhun pa, Alhamdulillah"
    (Iya pak, Alhamdulillah)
    Bapak: "Cep bapa tipayun nya..."
    (Nak, bapak duluan ya)
    Asep: "Oh, muhun pa mangga. Abdi ge parantos ieu da.. bade teras wae"
    (Oh ya pak silahkan, kebetulan saya sudah juga mau langsung pulang)
    Bapak: "Eh, geuning, hayu atuh sareng uihna. Acep kamana mulihna?"
    (Lho... ayo kalau begitu barengan bapak saja, Kamu kemana pulangnya?)
    Asep: "Ah wios pa, caket da abdi mah ka Ci*****"
    (Tidak usah pak, saya dekat ke desa .....)
    Bapak: "Teu sawios-wios, yu diantosan ku Bapa di payun"
    (sudah tidak apa-apa saya tunggu didepan)
    Asep: "Nuhun pa sateuacana",
    (Thanks before-LHO?!)

    Lalu Asep bergegas mengenakan kembali semua pakaiannya dan menuju ke parkiran motor tempat si Bapak tadi menunggunya.

    Diperjalanan, si bapak menjelaskan bahwa dia memiliki 2 orang anak. Satu perempuan sudah menikah dan yang ke-2 sekolah di kota. Akhirnya selama perjalanan itu juga asep mengetahui nama si bapak yakni Pak Jalal, dan beliau bukan orang Sumedang asli melainkan dari Cianjur, namun menikah dan tingal di Sumedang. Ia lantas menceritakan peringai anaknya yang dengan mudah meminta uang seolah-olah orang tuanya adalah pabrik uang. Si bapak ingin anaknya bisa berkenalan dengan Asep, karena menurutnya mereka seusia dan Pak Jalal berharap Anaknya bisa mendapatkan gambaran bagaimana susahnya mencari penghidupan.
    Sesampainya Asep di rumahnya, Pak Jalal langsung berpamitan. Hitungan menit menuju Maghrib, Asep bergegas masuk dan bersiap menjalankan shalatnya.

    *****************************

    Sementara di belahan kota sana, seorang anak muda sedang berjalan sendiri tanpa arah yang pasti. Sekedar menilai kembali kehidupan yang dijalaninya...
    "Seburuk itu kah aku di mata mereka?"

    ****************************

    Malam menjelang, langit cerah memperlihatkan lukisan alam sang Pencipta. Bulan yang kebetulan sedang membulat penuh, taburan bintang seolah membentuk rasi dan menciptakan raut wajah Abah yang telah lama meninggalkannya. Asep mendengar lantunan suara ema yang kebetulan mantan Sinden di kampungnya sambil menikmati Kopi dan Rokoknya....

    Purnama nu kungsi leungit
    ayeuna nganjang ka buruan deui
    anu kungsi kapiati
    kiwari urang ditepangkeun deui.

    Hariring nu kungsi nyanding
    ayeuna datang ngahaleuang deui
    hayu pataréma tineung
    cacapkeun meungpeung aya kasempetan

    Ayeuna mangsa nu éndah
    hayu urang suka bungah
    caang bulan opat belas
    narawangan haté bangbras

    Ayeuna mangsa nu éndah
    hayu urang suka bungah
    caang bulan opat belas
    narawangan ati bangblas...




    Hanca....

  • terjemahannya berdasar makna saja ya.. hehehe... yang penting dimengerti... mangap kalau bahasanya nggak banget... masih belajar

  • kyuung~ kyuung~
    ga paham
    T T
    tp berusaha pahami
    eungg~
Sign In or Register to comment.