CHAPTER ONE
“COUPLES”
Derap langkah kaki mempercepat waktu agar sampai tujuan, mendekati pintu gerbang yang akan ditutup oleh satpam.
“Pak! Tunggu sebentar”, tepat waktu sebelum pintu gerbang ditutup.
Berjalan melewati koridor sekolah dan terdengar alunan-alunan do’a yang disenandungkan, tanda sebelum dimulainya belajar mengajar di sekolah.
“Niko!” terdengar suara yang memanggil namanya dari kejauhan, tampak seorang perempuan yang duduk menunggu di luar kelas.
“Kenapa ga masuk kelas?” Tanya Niko
“Gak boleh, disuruh nunggu di luar sampai do’anya selesai”
“Oh telat juga ya” Basa-basi dengan salah tingkah.
Niko hanya tersenyum duduk disebelahnya, siapa yang tidak suka dengannya. Captain Cheerleader, cantik, tinggi, putih, berambut panjang dan beruntung bisa sekelas dengannya.
“Do’anya sudah selesai tuh, yuk masuk” ajaknya.
Niko, seorang pelajar SMA semester 2 yang akan mengalami masa-masa pendewasaannya. Pengalaman yang akan mengajarkan dirinya untuk memilih tujuan hidupnya akan dimulai dari sini. Tidak ada keanehan dalam diri Niko, tetapi sikap dan pergaulan yang akan membuka jati diri seorang Niko.
Bunyi bel sekolah berbunyi, tanda istirahat untuk para pejalar sekolah. Seperti biasanya, Niko membawa bekal dari rumah. Sembari memakan bekalnya, Niko melirik Debby, melihatnya sedang bercanda tawa dengan teman-temannya di dalam kelas.
“Niko gak ke kantin?” Tanya Debby membuat kaget Niko dan salah tingkah kembali.
“Ngga Deb, bawa bekal dari rumah”
“Oh.. gtu” Debby tersenyum dan keluar bersama teman-teman lainnya, mungkin ke kantin, pikirnya.
Beberapa saat kelas menjadi kosong, hanya Niko seorang diri, kemudian ada yang memanggilnya kembali.
“Ko” sapanya dari jendela kelas, seorang perempuan berjilbab masuk ke kelas sambil tersenyum.
“Dewi?” Niko kaget, “Pakai jilbab sekarang?”
“Iya, cocok ga?” Tanyanya sambil tertawa kecil.
“Cocok aja, alesannya?” Tanya Niko.
“Memang gue pengen pake jilbab. – Eh iya, lu dah tau kan cowo gue?”
“Eh, kapan lo jadian?” Tanya Niko penasaran.
“Baru minggu ini dan dia anak baru di sekolah kita”
“Cepet banget lu jadiannya?!”
Niko pun heran melihat teman baiknya secepat itu mempunyai status. Bagaimana dengan dirinya? Hanya bisa mengagumi tanpa bertindak bahkan lebih parah tidak tahu apakah orang yang disukainya sudah punya pacar atau belum.
“Nanti gue kenalin sama pacar gue, namanya Radit”
“Oke, congrats ya Dew, jangan lupa Pajaknya” canda Niko.
Bel kembali berbunyi, tanda kelas sudah dimulai kembali. Dalam sesi pelajaran, Niko kembali berpikir penasaran untuk menanyakan status hubungan si Debby. Niko melirik ke kanan dan ke kiri untuk mencari orang yang tepat untuk bertanya. Akhirnya tidak ada pilihan lain selain teman sebangkunya – khususnya untuk pelajaran jam sekarang, tempat duduk diatur oleh guru – Niko sebangku dengan teman yang suka membully dirinya akan sikapnya yang menurut mereka seperti cewek.
“Mbul, boleh Tanya?”
“Apa?” jawabnya ketus.
“Tapi jangan bilang siapa-siapa ya”
“Jangan minta tolong ajarin gmana jadi cowo tulen ya” jawabnya ketus kembali.
“Bukan, memangnya gue separah itu ya? – Eh serius, mau tanya si Debby sudah punya pacar belum?”
Mereka perpandangan beberapa saat,
“Lu suka sama Debby?” tanyanya.
“Suka” jawabnya polos.
“Sudah punya pacar kok dia” jawabnya dan kembali memperhatikan guru yang menerangkan.
“Iya gtu?” jawab Niko dengan nada kecewa
Raut wajah Niko memancarkan rasa keputus asaan yang berat, seperti menarik semua harapan dan rasa bahagia setiap kali dia melihat Debby.
Sepulang sekolah, Niko berpapasan dengan Debby. Debby menyapanya, Niko tetap menunduk seakan-akan dirinya tidak melihat Debby. Debby hanya melihat Niko keheranan dan berharap semoga tidak terjadi apa-apa dengan dirinya.
** **
Keesokan harinya, Niko tetap terdiam melihat Debby. Debby tetap bersikap biasa terhadap Niko.
“Nik” sapa Dewi
“Nanti pulang sekolah ikut gue ke rumah Radit, hari ini dia ga masuk karena sakit, gue mau jenguk”
“Radit siapa?” tanya Niko
“Cowo gue, gue takut sendirian ke rumahnya, ga enak sama bonyoknya”
“Boleh” jawabnya memelas.
“Lo kenapa?” tanya Dewi yang sadar Niko melihat kearah dua orang di depan mereka yang sedang bersenda gurau. Debby dan Mbul.
“Gak ada apa-apa”
“Daritadi ngeliatin mereka bedua, mereka berdua kan pacaran?
“Masa?!” Niko terhenyak kaget
“Makanya, jangan di dalam kelas mulu, keluar kelas, gabung sama yang lain”
Niko terdiam, merasa dirinya mulai terbebani dengan pergaulan yang dialaminya. Merasa dirinya tidak pede dihadapan teman-teman lainnya.
Bel Sekolah tanda selesainya pelajaran berbunyi, Dewi mengajak Niko ke rumah pacarnya.
“Di sini rumahnya? Tanya Niko, melihat rumah yang cukup lumayan megah.
“Nomor rumahnya benar, sebentar gue sms”
Beberapa saat kemudian, pembantu rumah tersebut membukakan pintu dan mereka berdua dipersilahkan masuk ke rumah. Cidera mata dari berbagai negara terpampang di ruang tamu. Foto keluarga besar lalu foto-foto anak-anak mereka serta foto perkawinan. Seorang pria berbadan tinggi datang menyambut kita berdua.
“Dit” Dewi memanggil pacarnya.
“Makasi ya datang jenguk”
“Dit, kenalin ini teman gue, Niko”
“Niko” Niko bersalaman dengan malu-malu
Radit menyuruh Niko dan Dewi ke kamar Radit. Kamar yang penuh dengan poster pemain basket.
“Ternyata hobi basket juga?” timpal Niko
“Iya Nik, suka basket juga?” tanya Radit
“Ngga kok” jawab Niko dengan salah tingkah
Dewi dan Radit berbincang berdua, sedangkan Niko sibuk memperhatikan isi kamar Radit. Niko terfokus dengan foto Radit. Diperhatikannya foro tersebut, tiba-tiba ada rasa kagum yang muncul dalam dirinya melihat raut muka Radit.
“Itu foto gue waktu di Jerman” jawab Radit, memberitahu.
“Oh, Bokap lu diplomat?”
“iya Ko”
Niko memperhatikan mereka berdua saling bercengkrama tetapi menjadi beralih melihat raut senyum Radit. Rasa menganggumi tersebut perlahan-lahan mulai timbul. Niko dan Dewi menyempatkan diri untuk makan di rumah Radit, berbekal keahlian masak dari ibunya, Radit membuat masakan untuk Niko dan Dewi. Niko melihat Radit menyuapi Dewi lalu menyibukkan diri agar tidak terlihat iri oleh mereka berdua.
Sesampainya di rumah, Niko melewatkan makan malam bersama ibu dan ayahnya.
“Kenapa gak makan?” tanya ibunya.
“Makan di rumah teman Bu” jawab Niko sembari mengambil segelas susu.
Niko merebahkan dirinya di kasur, lalu beranjak kembali mengambil segelas susu. Tiba-tiba ada sms masuk di handphone-nya.
Isinya, “thanks ya, sudah mau temenin Dewi ke rumah”
“Radit?” jawab Niko dipikirannya lalu niko membalas sms tersebut dengan singkat.
“No prob Dit”
Beberapa saat kemudian, rasa penasaran muncul ketika sms terakhir yang dikirimnya tidak dibalas kembali. Niko mencoba mengirimkan kembali.
“Tau dari mana no. gue?” sent success
Niko menunggu beberapa saat, tetapi tidak ada jawaban. Raut wajah Radit dalam foto yang dilihatnya kembali muncul, membuat dirinya tertidur dalam perasaan yang tidak diketahui.
** **
Keadaan tidak berubah, seperti biasanya, duduk sendiri di dalam kelas sembari menikmati bekal makan siang.
“Di, boleh pinjam handphone-nya? Mau sms, pulsa gue habis” pinta Niko.
“Boleh Ko”
Niko meminjam handphone milik temannya untuk mengabari ibunya untuk meminta diisikan pulsa. Rasa penasaran Niko muncul setela melihat isi folder yang berisikan sms dari Mbul. Dirinya memberanikan diri dengan lancang membuka sms tersebut. Rasa marah dan kecewa muncul setelah melihat sms berisikan ancaman untuk tidak memberitahu tentang Debby dikarenakan Debby sudah berstatus dengan Mbul sebagai pacarnya. Niko memberanikan diri menghampiri Mbul dan Debby,
“Ko, mau ke mana?” sapa Dewi yang sedang bersama Radit, lalu bergegas mengikuti Niko.
Dihadapan teman-teman lainnya yang sering mem-bully, Niko tidak mempedulikan orang-orang di sekitarnya, yang hanya dipedulikan adalah kebenaran untuk dirinya.
“Mbul, kenapa lo sms ke anak-anak seperti ini?” Niko menunjukkan handphone milik Adi. Mbul ingin merebutnya tetapi tidak berhasil. “Lo pasti tau isi sms-nya apa?”
Debby hanya bingung memandang Niko, sementara Dewi yang ingin membantu tetapi ditahan oleh Radit.
“Gue memang suka sama Debby, tapi gue tidak serendah itu merebut pacar orang, gue tau diri” timpalnya.
Niko beranjak pergi dari tempat tersebut. Debby terdiam melihat Mbul dengan raut wajah keheranan seperti mengisyaratkan “lo habis ngapain?”. Sementara Dewi tetap ditahan oleh Radit untuk tidak mencampuri urusan Niko dan untuk pertama kali Radit melihat sesuatu yang menarik dalam diri Niko.
Comments
lanjut kakak, aku masih menunggu ;D
Hehhe
d tunggu part 2...
“APPROACH”
Semenjak kejadian kemarin, Niko semakin dijauhi oleh teman-teman sekelasnya bahkan satu angkatan. Bagi Niko, sudah hal biasa dijauhi seperti itu. Menurutnya, dia sadar, dia memang berbeda dengan teman-teman lainnya. Keahlian apa yang dimilikinya? Penghargaan apa yang diraihnya selama ini? Bahkan, mendapat ranking kelas pun tidak pernah. Sampai saat ini, hanya Dewi seorang teman yang selalu membelanya. Bahkan di saat Niko berbuat baik terhadap orang yang telah me”makan teman” dirinya, Dewi melarang Niko untuk membantunya.
Niko duduk sendiri di balkon kelas. Iri melihat teman-temannya bermain ramai-ramai di lapangan. Ikut tersenyum hanya bisa dilakukannya melihat canda tawa teman-temannya. Tiba-tiba muka Radit berjarak 15cm dari muka Niko yang masih senyum tidak jelas di mukanya. Niko menoleh ke arah muka Radit, lalu terdiam sesaat.
“Liatin apaan?” jawab Radit tersenyum kecil.
“……” Niko tediam, tidak menjawab pertanyaan Radit.
“Liat Dewi ga Ko?” tanya Radit mengubah topik pembicaraan.
“Lagi ngerjain tugas di kelas” jawab Niko.
“Gak istirahat ke kantin?” tanya Radit basa-basi.
“Gak Dit, gue bawa bekal sendiri”
“Kemarin lo keliahatan keren” jawab Radit terkagum.
Niko terdiam sesaat, mencermati pengungkapan Radit. Sukar dipercaya, seseorang memuji dirinya. Atas dasar apa?
“Lo berani ngomong seperti kemarin di depan mereka, yang gue tau, mereka memang suka usil dengan orang-orang yang gampang jadi bahan bully-an mereka – lo suka Debby?”
“Tau darimana?” Niko bersikap biasa, seakan-akan sudah tau akan digosipkan karena kejadian kemarin.
“Gosipnya sudah menyebar kok, don’t worry Ko, gue percaya sama lo” tegas Radit.
** **
Berada di antara orang tua yang berdebat di ruang tamu adalah hal biasa buat Niko. Ayah, Ibu dan Niko yang berada di antara mereka bedua sembari mengemil sayap ayam goreng. Dari mulai mengomentari iklan tidak jelas, bergosip tetangga, lalu membahas masa depan Niko.
“Ibu dapat kabar, kamu sering dibully di sekolah ya?” tanya Ibu
“Ibu dapat gosip darimana?” tanya Niko
“Guru BK, sampai kamu menangis di ruangan BK gara-gara kamu masalah kamu suka pacar orang?” tegas Ibu sembari mengunyah sayap ayam goreng dengan tatapan masih tetap menonton tv.
“Gosip kok dipercaya Bu” jawab Ayah yang mengunyah sayap ayam goreng.
“Bicara soal fakta, itu tetangga kita, anaknya dibully sampai mogok sekolah, akhirnya home schooling”, Jawab Ibu.
“Niko, ambilin saos di dapur dong” pinta Ayah.
Ibu tetap membahas, sampai di dapur pun suara ibu masih terdengar jelas apa yang didebatkannya bersama Ayah.
“I’ll be fine Mom” jawab Niko, sok berbicara inggris.
Tersadar, ada pesan masuk di handphone-nya. Dilihatnya, sms dari Radit. Sembari berjalan kembali ke ruang tamu, Niko membaca sms dari Radit. Radit mengajak Niko untuk menemani mereka malam mingguan. Suara Ibu dan Ayah yang masih berdebat kencang di ruang tamu, perlahan-lahan hilang, terfokus oleh sms yang dikirim oleh Radit.
“Sabtu malam ikut ke rumah Eyang, mau Nik?” tanya Ibu. Niko masih terfokus oleh sms dari Radit
“Nik? Kamu mau gak?” tanya Ibu kembali. Niko tetap tertegun melihat handphone-nya.
“Nik?” tanya ibu kembali dengan nada meninggi.
“Ngga bisa Bu”
“Kenapa? Tumbenan, kamu mau pergi pacaran ya?” tanya Ibu.
“Bukan, temenin orang pacaran” jawab Niko dengan polos sembari berlalu menuju kamarnya.
Ibu dan Ayah saling berpandangan dengan heran. Sesampainya di kamar, Niko tertidur dikasurnya, berbalik ke kanan dan ke kiri lalu melihat handphone-nya. Diraihnya dan memberanikan diri untuk menelpon Radit. Tidak ada jawaban, Niko pun melempar handphone-nya ke bantal.
** **
Niko dan Dewi berdiri di pinggir jalan menunggu Radit menjemput. Dewi dengan pakaian yang menurut Niko, tampak berbeda dan terlihat mencolok sekali warnanya. Sedangkan Niko, celana panjang, sepatu kets dan polo shirts. Kompilasi kurang pas menurut Niko untuk pergi bermalam minggu. Sebuah mobil memperlambat lajunya menghampiri mereka. Kaca mobil dibuka dan terlihat Radit terseyum kearah mereka berdua.
Selama perjalanan, Niko yang duduk berada di belakang mereka berdua hanya bisa memandang salah tingkah. Melihat orang berpacaran, bersenda gurau satu sama lain. Ide yang buruk untuk Niko untuk ikut dalam acara mereka. Untuk mengalihkan salah tingkahnya, Niko sibuk memainkan handphone-nya. Jika ditanya salah satu dari mereka, Niko hanya menjawab, iya, mungkin, oh ya? Begitu ya? Kok bisa? Tetapi mereka tetap saja tertawa satu sama lain.
Dalam suatu mall, posisi Niko tetap berada di belakang mereka berdua. Melihat banyak orang berlalu lalang, melihat barang-barang yang diperjual-belikan di toko, atau menolak ajakan untuk photo box bersama-sama. Niko hanya memandang dari jauh, ketika mereka berdua asyik bermain games box bersama-sama.
“Gue ke toilet dulu ya” Ijin Dewi
Sementara Niko dan Radit berdiri berdua di dekat toilet. Niko yang berdiri lalu menurunkan badannya hingga jongkok. Kesunyian menyelimuti mereka berdua, tetapi Radit memberanikan diri melirik Niko yang hanya berdiam diri. Niko menoleh ke arah Radit, Radit tertegun diam dan mereka bertatapan.
“Diam aja daritadi Ko?” Tanya Radit memecahkan rasa ketidaknyamanan tersebut.
“Gak biasa Dit” jelas Niko.
“Gak biasanya kenapa?” tanya Radit kembali
“Temenin orang lagi pacaran, seharusnya gue gak ikut lo berdua”
Radit hanya tersenyum. Mereka bertiga memilih untuk makan bersama. Lagi, Radit dan Dewi duduk berdua sebangku sedangkan Niko hanya sendiri memandangi mereka berdua berpacaran. Setelah selesai makan mereka beranjak untuk pulang.
“Niko di mana?” Dewi mencari Niko yang hilang di belakang mereka. Radit menyadari Niko berdiri melihat etalase suatu toko.
“Ko” panggil Radit
“Ya?” jawab Niko dengan polos, tetap dengan tatapan ke etalase toko.
“Ayo pulang” Ajak Radit menggandeng tangan Niko. Niko terbengong melihat Radit menggandeng tangannya yang erat. Diperhatikannya tangannya Radit menggenggam dengan rasa tidak percaya lalu memandang wajah Radit. Radit berada diantara Dewi dan Niko merangkul mereka bersama. Selama perjalanan menuju mobil, sikap tersebut berlanjut sembari Radit dan Dewi bercerita satu sama lain, Niko hanya diam dan menatap Radit, merasakan tangan Radit yang erat merangkul pundaknya.
Niko menerima telepon dari Ibunya, bahwa mereka tidak akan pulang hari ini. Ibunya menyuruh untuk menginap di Motel menggunakan CC dari ibunya.
“Kenapa Ko?” tanya Dewi
“Bonyok gak pulang hari ini, disuruh menginap di Motel” jelasnya.
“Nginap di rumah gue aja Ko, besok masih libur ini” ajak Radit
“Eh?” Niko terbengong.
“Iya, nginap di rumah Radit aja Ko, besok pagi pulangnya” Dewi menyetujui ajakan Radit. Niko semakin salah tingkah dibuatnya.
“Gak enak sama bonyok lo Dit”
“Gak apa-apa, nanti gue ijinin ke mereka”
Selama diperjalanan, Radit mengantar Dewi ke rumahnya. Sesampainya di rumah Dewi dan pamit ke orang tua Dewi. Tinggal Radit dan Niko berdua di dalam mobil.
“Duduk di depan Ko” ajak Radit.
“Hm?” Niko terbengong dan melihat Radit lalu mengiyakan ajakannya untuk duduk di depan bersama Radit.
Selama di perjalanan, seperti biasa, Niko hanya terdiam dan menjadi salah tingkah karena tidak tahu apa yang harus dijadikan bahan obrolan. Radit selalu membuka topik pembicaraan, barulah Niko menanggapi perbincangan dengan fasih. Rasa nyaman Niko perlahan-lahan muncul dan percaya diri untuk berbincang dan bercanda tawa dengan Radit.
“Ini handuknya, ini pakaiannya” jelas Radit sembari berlalu keluar kamar pribadinya dan membiarkan Niko untuk mandi dan mengganti pakaian. Selesai mandi dan berpakaian, Niko melihat 1 gelas susu dingin di meja dan pakaian yang sebelumnya di pakai Radit. Radit masuk ke kamar tanpa baju dan berhandukan. Niko terperanjat dan salah tingkah kembali.
“Diminum Ko susunya” Radit menawari. Niko mengambil segelas susu dingin di meja untuk menghilangkan rasa salah tingkahnya. Sementara Radit bercermin.
“Badan gue bagus ga?” Radit bertanya, Niko tersendak susu. Niko tetap terdiam. Lalu, ide muncul di benar Niko, ia bertanya macam-macam tentang barang-barang di kamar Radit, asalnya dari mana, beli di mana, kapan belinya, kenapa beli. Akhirnya Radit pergi untuk mandi dan Niko tidur sembari menonton tv cable dan tertidur. 15 menit tertidur kemudian Niko terbangun, Radit belum beranjak dari kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka dan Niko pura-pura tertidur. Dalam keadaan mata tertutup, Niko hanya mendengar pintu kamar mandi ditutup, pintu lemari pakaian dibuka lalu ditutup kembali, suara bangku, bau pakaian yang akan dikenakan Radit lalu tidak ada suara kembali. Selimut yang dikenakan Niko ditarik oleh Radit untuk menutupi bahu Niko yang sedang tertidur. Radit merebahkan dirinya di samping Niko. Dalam keadaan tersebut, Niko hanya berpikir untuk secepatnya tertidur kembali agar tidak terjadi salah tingkah kembali.
Niko terbangun kembali setelah beberapa jam tertidur, kamar Radit sudah gelap dan hanya menyisakan cahaya dari arah meja belajar Radit. Ternyata Radit tidak tidur, dia sedang menulis sesuatu di meja belajarnya. Beberapa menit Niko menunggu, Radit kembali merebahkan dirinya ke kasur untuk kembali tidur di samping Niko. Niko mencoba tidur kembali dan terlelap.
Beberapa jam kemudian, Niko terbangun kembali dan melihat ke samping. Radit sudah tidur dengan lengan kiri menutupi wajahnya. Niko terdiam sesaat dan teringat bahwa tadi Radit menulis sesuatu di atas meja. Niko bangun dari posisi tidur secara diam-diam agar tidak membangunkan Radit dan melangkah pelan-pelan ke arah meja belajarnya.
Niko membuka buku yang beberapa jam lalu dibuka dan ditulis oleh Radit. Dengan penasaran, Niko membacanya dari awal. Ternyata ini buku harian Radit. Isinya tentang hubungan dia sehari-hari dengan Dewi, apa yang dilewatkannya bersama Dewi akan ditulis olehnya di buku harian. Niko tetap memberanikan diri untuk membaca semua isi buku harian Radit walau hanya intinya saja. Sampai di akhir, dia menemukan foto kami bertiga. foto Radit merangkul Dewi dan Niko. Niko memandangi foto tersebut dan tersenyum, ternyata setelah diperhatikan Niko menyadari tangan Radit merangkul kepala Niko yang didekatkan ke dada Radit. Setelah puas melihat isi buku harian Radit, Niko beranjak kembali ke tempat tidur dengan Radit yang masih dalam keadaan tertidur pulas.
Niko terbengong melihat langit-langit kamar dan menoleh ke wajah Radit. Niko menatap Radit dengan tatapan kosong, memperhatikan rambut, alis, mata, hidung, bibir dan dagu. Niko tersenyum tanpa sebab lalu berganti posisi tidur membelakangi Radit. Tiba-tiba tangan Radit menggenggam tangan Niko tanpa sebab. Niko kaget dan melihat ke arah Radit dengan wajah yang masih tertidur pulas. Tangannya semakin erat menggenggam tangan Niko. Niko tidak bisa bergerak dan tidak bisa berbuat banyak dengan keadaan saat itu, pasrah meliat tangannya digenggam oleh Radit karena takut dia akan terbangun. Niko tertidur kembali dan menjadi lupa dengan keadaan tersebut.
cucok