Saya tidak tahu harus memulai dari mana dan bercerita ke siapa.
Mungkin hanya disinilah saya bisa bercerita apa adanya, mengeluarkan semua yang tidak bisa kuceritakan ke siapa-siapa........
Semua berawal dari penugasan saya di suatu daerah terpencil dan pernah menjadi daerah konflik. Saya memilih daerah ini karena saya berharap dapat mengembangkan ilmu, ketrampilan, dan keberanian saya akan profesi yang saya ambil. Saya bertekad harus mengambil penugasan ini agar ke depannya saya bisa menjadi lebih tenang jika terdapat perubahan undang-undang yang mungkin sampai saat ini pun tidak jelas.
Saya mengambil risiko meninggalkan istri saya yang baru saya nikahio beberapa bulan. Ya, saya sudah menikah. Dia pun memang harus meneruskan sekolahnya. Dan kita sudah sepakat, agar bisa saling menjaga diri walaupun terpisah jarak perbedaan pulau yang bisa dikatakan cukup jauh. Saya bertekad ingin membangun sesuatu yang jelas bagi kehidupan keluarga saya, walaupun harus bersusah-susah dahulu dan tidak pernah terbersit dalam hati dan pikiran saya untukberbuat macam-macam. Tetapi ternyata keadaan menyatakan lain....
Comments
Sebelum menuju ke tempat penugasan, kita semua dikumpulkan dalam satu asrama. Dari sinilah kita bisa mengenal rekan-rekan yang ditempatkan dalam satu propinsi. Otomatis saya pun berkenalan dengan pria yang saya sebutkan tadi. Saya berkenalan dengan dia sama seperti dengan teman-teman yang lain. Tetapi saya sekarang berpikir (dulu saya berusaha untuk berpikir yang jelek-jelek terhdap orang lain, berusaha berpikir positif), sikap dia dulu berbeda terhadap teman-teman kita yang lain. Dia kalau menyebrang menggandeng tangan saya, menanyakan kenapa saya harus menikah semuda itu (untuk saat itu) dll, dan saya hanya menjawab seadanya atau dengan senyuman.
Waktu di asrama pun telah habis (karena hanya 2 hari), dan kita segera ke tempat penugasan masing-masing. Jadi mengenai pria tersebut, perlakuan dan pertanyaannya tidak terlalu saya hiraukan. Tetapi kita sering kontak, ya sebatas mengenai bagaimana situasi di daerah penugasan masing-masing (sangat terpencil) dan mulai disibukan dengan tugas kita masing-masing.
Waktu pun berlalu, dan kita dipertemukan kembali saat libur panjang hari raya agama. Beruntung ada yang ditempatkan di ibukota propinsi, jadi kita semua bisa berkumpul di tempatnya tersebut, setelah beberapa bulan bisa dikatakan tidak mengenal dunia luar.
Pada saat inilah, dimana kronologisnya saya sudah lupa, saya bercerita tentang ketertarikan saya terhadap sesama pria. Tapi selama ini hanya saya pendam. Entah apakah sya bercerita kepada dia merupakan suatu kesalahan atau tidak, tetapi sejak saat itu, dia jadi sering mengejar-ngejar saya, menyatakan cinta dengan saya, ingin jadian, dsb. Tapi saya berkomitmen bahwa saya hanya menganggap dia sebagai teman saya dan tidak lebih, kondisi saya yang telahmenikah, dan sebenarnya dia mungkin bisa mendapatkan lebih dari saya jika melihat fisiknya.
Dan sya bersyukur, saya masih bisa menahan diri sampai kita semua kembali lagi ke tempat tugas masing-masing. Saya dan dia pun masih suka kontak by phone, karena sebagai teman, saya merasa dia adalah teman yang baik, walaupun terkadang saat bercerita dia masih menyatakn perasaannya
Setiap makan, temasuk makan malam, saya pergi ke tempat makan (warung atau restoran yang masih buka), karena saya tidak terbiasa masak, dan tidak mungkin juga untuk memasak pagi-pagi.
Suatu saat, saya makan malam (yang bisa dikatakan adalah suatu restoran untuk suatu daerah terpencil), makan malam seperti biasa berlama-lama sambil menonton tv (karena siaran tv harus ditangkap menggunakan parabola, jadi termasuk rumah dinas saya saat itu belum ada tv). Tiba-tiba ada seseorang pria masuk dan bertanya kepada saya.
Saya kaget, dan terus terang saya kagum dengan dia. Karena merasa dia adalah seseorang dengan kriteria saya. Sebut saja namanya adalah Steve (campuran Toraja-Cina). Walaupun saya kagum, tapi segera saya mengalihkan pandangan saya ke tv setelah saya menjawab pertanyaan dia seadanya (karena saya ga ingin perasaan kagum saya menjadi berlama-lama dalam hati ini). Tetapi, ketika saya mengalihkan pandangan saya ke tv, steve terus-menerus bertanya ini itu dan lain-lain dan juga mengenai profesi saya. Mungkin karena terbawa suasana, saya akhirnya berbicara cukup lama dengannya. Tetapi karena waktu yang sudah cukup malam, saya pun kembali ke rumah saya, dan steve berkata bahwa mungkin suatu hari ingin ke tempat saya
Tidak berapa lama, saya mendengar suara ketukan pintu. Saya pun segera membuka, dan terkejut karena Steve sudah berada didepan pintu rumah. Tercium pula aroma parfumnya. Saya beberapa detik sempat terkesima dengan penampilannya, tapi tidak segera saya alihkan dan mempersilahkan masuk.
Saya pun segera mengambil peralatan saya, dan menanyakan apakah ada hal yang bisa dibantu. Dia pun segera bercerita (yang jujur saja membuat saya bingung dan pusing) mengenai keluhannya. Dan yang membuat saya kaget (entah apa ada rasa senang juga), bahwa dia adalah penyuka terhadap sesama. Saya tidak menyangkanya karena jika dilihat dari penampilannya dia (menurut saya sangat menarik dan walaupun tinggal di daerah terpencil, tetapi dia sering ke Jakarta, Manado, Makasar untuk keperluan mengembangkan usaha keluarganya) dan gerak-geriknya, tidak menampakan bahwa dia adalah PLU.
Entah terbawa suasana dan saya tidak punya tempat cerita ke siapa-siapa, saya pun menceritakan mengenai ketertarikan saya terhadap sesama. Saat itu, saya hanya berpikir, dia bisa dijadikan teman untuk tempat bercerita.
Tapi entah hal apa yang mebuat saya akhirnya tidak bisa menolak dan terjadilah hal yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam hidup saya. Pada hari itu saya masih merasa bersyukur tidak terjadi apa-apa pada diri saya, karena saya masih bisa mempertahankan seluruh pakaian dan celana yang saya kenakan, walaupun saya mungkin tindakan yang saya lakukan tidak pantas. Saya berpikir, bahwa mungkin hari itu adalah hari dimana tidak akan pernah terulang lagi. Tetapi hal tersebut ternyata awal yang membuat saya semakin terseret ke dalamnya, dan membuat pernikahan saya hancur dan berpisah dengan istri saya.
Semua karena sifat saya yang tidak bisa menolak dengan tegas dan sifat saya yang (mungkin) disalahgunakan oleh orang lain.
Jujur ya bang, prinsip sampeyan sama spt ane. Ane juga pecinta sesama jenis yg pengen banget punya temen utk berbagi tapi tdk untuk 'main di ranjang' apabila dia temen gay juga. Yah, karena ane juga bisa mencintai wanita dan tak ingin ternodai dgn mencintai pria utk orientasi ranjang. Tapi untuk menghindari itu memang sulit.
Cong.. klo mau ngambil suami orang mikir2 dulu ya.. Jadi begindang dech.. Tragic..